Dienstag, 24. Dezember 2013

Aliran Lingustik Praha

Aliran Praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah satu tokohnya, yaitu   Vilem Mathesius (1882 – 1945). Tokoh lainnya antara lain Vilem Mathesius, Nikolai S. Trubetskoỷ, Roman Jakobson, dan Morris Halle, membedakan fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu sendiri).
Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi. Contoh : baku X paku, tepas X tebas.
Aliran ini mengembangkan istilah morfonologi (meneliti perubahan fonologis yang terjadi akibat hubugan morfem dgn morfem. Contoh : kata “jawab” dgn “jawap” bila ditambahi sufiks –an, maka akan terjadi perbedaan.
Kalimat dapat dilihat dari struktur formal dan struktur informasinya, Formal (subjek dan predikat) , informasi (tema dan rema). Tema adalah apa yang dibicarakan, sedangkan rema adalah apa yang dikatakan mengenai tema.
Contoh : kal. “this argument I can’t follow”→ “I” sbg subjek, “this argument” sbg objek, namun  menurut aliran praha “this argument” juga merupakan tema, sedangkan “I can’t follow” juga merupakan rema.
Sumber : http://rsbikaltim.blogspot.com/2011/12/linguistik-struktural-oleh-listyawati.html

Aliran Linguistik Transformasi

Aliran ini muncul menentang aliran strukturalis yang menyatakan bahwa bahasa merupakan kebiasaan.
Pelopor aliran ini adalah N. Chomsky dengan karyanya “Syntactic Structure”(1957) dan diikuti oleh tokoh-tokoh seperti Postal, Fodor, Hale, Palmatier, Lyons, Katz, Allen, van Buren, R. D. King, R.A. Jacobs, J. Green, dll.
Aliran ini pada mulanya hanya berbicara transformasi pada level kalimat tetapi kemudian diterapkan dalam tataran lain seperti morfologi dan fonologi.
Ciri-ciri Aliran Transformasi
1. Berdasarkan faham mentalistik.
Aliran ini meganngap bahasa bukan hanya proses rangsang-tanggap akan tetapi merupakan proses kejiwaan. Aliran ini sagat erat dengan psikolinguistik.
2. Bahasa merupakan innate
Bahasa merupakan faktor innate(keturunan/warisan)
3. Bahasa terdiri dari lapis dalam dan lapis permukaan.
Teori ini memisah bahasa menjadi dua lapis yaitu deep structure dan surface structure. Lapis batin merupakan tempat terjadinya proses berbahasa yang sebenarnya secara mentalistik sedangkan lapis permukaan adalah wujud lahiriah yang ditransformasi dari lapis batin.
4. Bahasa terdiri dari unsur competent dan performance
Linguistic competent atau kemampuan linguistik merupakan penegtahuan seseorang tentang bahasanya termasuk kaidah-kaidah di dalamnya. Linguistic performance atau performansi linguistik adalah keterampilan seseorang menggunakan bahasa.
5. Analisis bahasa bertolak dari kalimat.
6. Penerapan kaidah bahasa bersifat kreatif
Ciri ini menentang anggapan kaum struktural yang fanatik terhadap standar keumuman. Bagi kaum tranformasi masalah umum tidak umum bukan suatu persoalan yang terpenting adalah kaidah.
7. Membedakan kalimat inti dan kalimat transformasi.
Kalimat inti merupakan kaliamt yang belum dikenai transformasi sedangkan kalimat transformasi merupakan kalimat yang sudah dikenai kaidah transformasi yang ciri-cirinya yaitu lengkap, simpel, statemen, dan aktif. Lam pertumbuhan selanjutnya ciri itu ditambah runtut dan positif.
8. Analisis diwujudkan dalam diagram pohon dan rumus.
Analisis dalam teori ini dimulai dari struktur kalimat lalu turun ke frase menjadi frase benda (NP) dan frase kerja (VP) kemudian dari frase turun ke kata.
9. Gramatikal bersifat generatif.
Bertolak dari teori yang dinamakan tata bahasa generatif tansformasi (TGT).
Keunggulan Aliran Transformasi
a. Proses berbahasa merupakan proses kejiwaan buakan fisik.
b. Secara tegas memisah pengetahuan kebahasaan dengan keterampilan berbahasa (linguistic competent dan linguistic performance)
c. Dapat membentuk konstruksi-konstruksi lain secara kreatif berdasarkan kaidah yang ada.
d. Dengan pembedaan kalimat inti dan transformasi telah dapat dipilah antara substansi dan perwujudan.
e. dapat menghasilkan kalimat yang tak terhingga banyaknya karena gramatiknya bersifat generatif.
Kelemahan Aliran Transformasi
a. Tidak mengakui eksistensi klausa sehingga tidak dapat memilah konsep klausa dan kalimat
b. Bahasa merupakan innate walaupun manusia memiliki innate untuk berbahasa tetapi tanpa dibiasakan atau dilatih mustahil akan bisa.
c. Setiap kebahasaan selalu dikembalikan kepada deep structur
Sumber : http://simplyme-here.blogspot.com/2011/12/aliran-linguistik.html

ALIRAN LINGUISTIK STRUKTURAL

Teori ini berlandaskan pola pikir behaviouristik. Aliran ini lahir pada awal abad XX yaitu pada tahun 1916. aliran ini lahir bersamaan dengan lahirnya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure yang juga merupakan pelopor aliran ini. Ia dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern. Tokoh-tokoh yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
Ciri-ciri Aliran Struktural
1. Berlandaskan pada faham behaviourisme
Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
2. Bahasa berupa ujaran.
Ciri ini menunjukka bahwa hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa . dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oral. Tulisan statusnya sejajar dengan gersture.
3. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan konvensional.
Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
4. Bahasa merupakan kebiasaan (habit)
Berdasarkan sistem habit, pengajaran bahasa diterapkan metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
5. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.
6. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi.
Level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah yaitu morfem sampai level tertinggi berupa kalimat. Urutan tataran gramatikalnya adalah morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Tataran di atas kalimat belum terjangkau oleh aliran ini.
7. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
8. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik
9. Analisis bahasa secara deskriptif.
10. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung.
Unsur langsung adalah unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.
Keunggulan Aliran Struktural
a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan
c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
d. Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
e. Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
Kelemahan Aliran Struktural
a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan mesin.
d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum.
e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f. Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
Sumber : http://mengalir-saja.blogspot.com/2008/03/perkembangan-aliran-linguistik.html

Aliran Lingustik Tradisional

  1. Munculnya Aliran Tradisional
Pada abad IV SM, seorang ahli filsafat bernama Plato (429 SM-348 SM) menelorkan pembagian jenis kata bahasa Yunani Kuno dalam kerangka telaah filsafatnya. Plato membagi jenis kata bahasa Yunani Kuno menjadi dua golongan yakni onoma dan rhema. Onoma adalah jenis kata yang biasanya menjadi pangkal pernyataan atau pembicaraan. Adapun rhema adalah jenis kata yang biasanya dipakai untuk mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan. Secara awam atau secara mudahnya onoma ini lebih kurang dapat disejajarkan dengan kata benda, sedangkan rhema lebih kurang disejajarkan dengan kata kerja atau kata sifat. Selanjutnya, Aristoteles (384 SM-322 SM) membagi jenis kata bahasa Yunani Kuno menjadi tiga golongan yakni onoma, rhema, dan syndesmos.
Perkembangan ilmu bahasa sampai pada masa itu terbatas pada telaah kata saja, khususnya tentang jenis kata. Tata bahasa atau gramatikal baru mulai diperhatikan pada akhir abad (130 SM) oleh Dyonisius Thrax. Buku tata bahasa yang pertama disusun itu berjudul “Techne Gramatike”. Buku inilah yang kemudian menjadi anutan para ahli tata bahasa yang lain yang kemudian dikenal sebagai penganut aliran tradisionalisme. Pada zaman ini pembagian jenis kata sudah mencapai delapan, yakni: (1) nomina, (2) pronominal, (3) artikel, (4) verba, (5) adverbial, (6) preposisi, (7) partisipium, (8) konjugasi.
  1. Ciri-ciri Aliran Tradisional
Tata bahasa tradisional menurut Abdul Chaer (2003: 333)  menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik. Dalam merumuskan kata kerja, misalnya, tata bahasa mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian.
Ciri-ciri aliran tradisional menurut Soeparno (2002: 44) adalah sebagai berikut.
1.      Bertolak dari Pola Pikir secara Filosofis.
Ada dua hal yang menjadi bukti bahwa aliran Tradisional menggunakan landasan/pola pikir filsafat ialah banyaknya pembagian jenis kata yang bersumber dari onoma-rhema produk Plato dan onoma-rhema-syndesmos produk Aristoteles; dan penggunaan istilah subjek dan predikat yang sampai saat ini menjadi materi utama dalam pembelajaran bahasa di sekolah.
2.      Tidak Membedakan Bahasa dan Tulisan.
Teori ini mencampuradukkan pengertian bahasa (dalam arti yang sebenarnya) dan tulisan (perwujudan bahasa dengan media huruf). Dengan demikian, secara otomatis juga mencampuradukkan pengertian bunyi dan huruf. Sebagai bukti seorang ahli bahasa mencampuradukkan pengertian tersebut dapat dibaca pada kutipan “Antara vocal-vokal itu, huruf a adalah yang membentuk lubang mulut yang besar, i yang kecil, e biasanya terbentuk di dalam mulut sebelah muka, dan o di belakang sebelah ke dalam” (Mees dalam Soeparno, 2002: 44)
3.      Senang Bermain dengan Definisi.
Ciri ini merupakan pengaruh dari cara berpikir secara deduktif. Semua istilah diberi definisi terlebih dahulu kemudian diberi contoh, yang kadang-kadang hanya ala kadarnya. Teori ini tidak pernah menyajikan kenyataan-kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan. Yang paling utama adalah memahami istilah dengan menghapal definisi yang dirumuskan secara filosofis.
4.      Pemakaian Bahasa Berkiblat pada Pola/Kaidah.
Ketaatan pada pola ini diwarisi sejak para ahli tata bahasa tradisional mengambil alih pola-pola bahasa latin untuk diterapkan pada bahasa mereka sendiri. Kaidah bahasa yang telah mereka susun dalam suatu bentuk buku tata bahasa harus benar-benar ditaati oleh pemakai bahasa. Setiap pelanggaran kaidah dinyatakan sebagai bahasa yang salah atau tercela. Pengajaran bahasa di sekolah mengajarkan bahasa persis yang tercantum di dalam buku tata bahasa. Praktik semacam itu mengakibatkan siswa pandai dan hafal teori-teori bahasa akan tetapi tidak mahir berbicara atau berbahasa di dalam kehidupan masyarakat. Tata bahasa yang mereka pakai itu biasa disebut tata bahasa normative dan tata bahasa preskriptif.
5.      Level-level Gramatik Belum Ditata Secara Rapi.
Level (tataran) yang terendah menurut teori ini adalah huruf. Level di atas huruf adalah kata, sedangkan level yang tertinggi adalah kalimat. Menurut teori ini, huruf didefinisikan sebagai unsure bahasa yang terkecil, kata didefinisikan sebagai kumpulan dari huruf yang mengandung arti, sedangkan kalimat didefinisikan sebagai kumpulan kata yang mengandung arti lengkap. 
6.      Tata Bahasa Didominasi oleh Jenis Kata (Part of Speech)
Ciri ini merupakan ciri yang paling menonjol di antara ciri-ciri yang lain. Hal ini dapat dimengerti Karena masalah penjenisan kata merupakan aspek linguistik yang paling tua dalam sejarah kajian linguistik.
  1. Keunggulan dan Kelemahan Aliran Tradisional
1.      Keunggulan
a.       Teori tradisional lebih tahan lama karena pola pikir aliran ini bertolak dari pola pikir filsafat.
b.      Aliran ini berkiblat pada bahasa tulis baku, maka keteraturan penggunaan bahasa bagi para penganutnya amat dibangggakan.
c.       Aliran tradisional mampu menghasilkan generasi yang mempunyai kepandaian dalam menghafal istilah karena salah satu ciri aliran ini senang bermain dengan definisi.
d.      Aliran tradisional menjadikan penganutnya memiliki pengetahuan tata bahasa yang cukup tinggi karena pemakaian bahasa berkiblat pada pola atau kaidah.
e.       Aliran ini telah memberikan kontribusi besar terhadap penegakan prinsip: “yang benar adalah benar walaupun tidaka umum, dan yang salah adalah salah walaupun abanyak pengikutnya”.
2.      Kelemahan
a.       Teori tradisional belum bisa membedakan bahasa dan tulisan sehingga pengertian antara bahasa dan tulisan masih kacau.
b.      Teori ini tidak pernah menyajikan kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan, yang paling utama adalah memahami istilah dengan menghafal definisi yang dirumuskan secara filosofis.
c.       Pemakaian bahasa berkiblat pada pola atau kaidah sehingga siswa pandai dan hafal teori-teori bahasa akan tetapi tidak mahir sama sekali berbicara atau berbahasa didalam kehidupan masyarakat.
d.      Level-level gramatikalnya belum rapi hanya tiga level yang secara pasti ditegakkan, yakni huruf, kata, dan kalimat.
e.       Pemerian bahasa menggunakan pola bahasa latin yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia.
f.       Pemerian bahasa berdasarkan bahasa tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya merupakan sebagian dari ragam bahasa yang ada.
g.      Permasalahan tata bahasa masih banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata (part of speech), sehingga ruang lingkup permasalahan masih sangat sempit.
h.      Objek kajian hanya sampai dengan level kalimat, sehingga tidak memungkinkan menyentuh aspek komunikatif.
Sumber : http://mengalir-saja.blogspot.com/2008/03/perkembangan-aliran-linguistik.html

Belajar sejarah linguistik dan perkembangannya menjadi bahasa Modern

Linguistik modern adalah cukup muda bentuk disiplin dibandingkan dengan sejarah atau filsafat.Linguistik modern bidang tanggal hanya stan sejauh abad ke-19.Hal ini dianggap, meskipun, bahwa India kuno dan Yunani memainkan peran yang luar biasa pada pembentukan tradisi tata bahasa.Sastra dan retorika analisis kerja bahasa manusia juga tanggal kembali ke kedua peradaban kuno ini.Pada 1786, penemuan besar telah dibuat seperti itu telah diamati bahwa bahasa telah berkembang secara terpisah tapi suara mereka masih sesuai dengan makna mereka modern.
Contoh konkret kesamaan dalam suara adalah ayah kata Inggris.Bentuk Latin kata ini adalah pater sementara format Sansekerta pitar.Contoh lain adalah kata-untuk dalam bahasa Inggris diucapkan dan ditulis sebagai per dalam bahasa Latin dan pari di Sanskrit.Based pada contoh-contoh ini, dapat dikatakan bahwa bahasa tetap dalam beberapa aspek mirip.
Sarjana yang telah membuat penemuan luar biasa ini juga menunjukkan bahwa ada ribuan kata-kata dengan kesamaan sama.Ini hanya membuktikan bahwa bahasa, tidak peduli berapa banyak mereka, memiliki leluhur tunggal.
Abad ke-19 linguistik terfokus pada mempelajari sifat bahasa ibu ini yang diyakini diucapkan 6.000 tahun yang lalu.Linguistik modern juga menunjukkan peran Grammatik bahasa yang telah berkembang menjadi bahasa Inggris Modern, Hindi, bahasa Rusia dan bahasa lain kontemporer.Linguistik historis tetap aktif bidang studi saat ini dan ahli bahasa telah berhasil kelompok bahasa ke dalam keluarga dan orangtua bahasa.
Bahasa struktur belajar
Awal abad ke-20 ditandai pergeseran perhatian dari bahasa hanya perubahan untuk perubahan-perubahan struktural juga.Pada abad ini, studi telah menjadi lebih sistematis dan diatur oleh prinsip-prinsip dan peraturan.Tata bahasa telah menjadi fokus dari studi ahli bahasa, juga struktur suara dan internal susunan kalimat dan kata-kata.
Oleh tahun 1920-an, Swiss linguis Ferdinand de Saussure telah datang dengan canggih metode analisis tata bahasa- dan jadi struktural linguistik akhirnya lahir.Tahun 1920-an juga terbukti masa studi meningkatnya bahasa.Dengan studi ini, teori bahwa ada hanya satu bahasa yang mengasuh semua bahasa lain yang telah ditingkatkan.
Noam Chomsky, ahli bahasa pada 1950-an, telah memulai teori bahwa otak manusia telah diprogram untuk sifat-sifat tertentu tata bahasa jadi ada keterbatasan ketika datang ke pengembangan bahasa manusia.Linguistik banyak penelitian telah dilakukan untuk membuktikan atau membantah teori ini.Ada berbagai buku dan jurnal yang berfokus pada ini kontroversial mengklaim Chomsky.
Aspek sosial bahasa
Dalam setengah abad yang lalu, perhatian difokuskan untuk sisi sosial dan mental bahasa.Sosiolinguistik cabang telah dikonseptualisasikan terutama karena untuk gerakan sosial setelah negara-negara dunia kedua War.Third dunia telah banyak diamati setelah Perang berkata seperti bangsa-bangsa ini telah dipentaskan gerakan pembebasan.
Dengan gerakan-gerakan ini, itu dipertanyakan apakah bahasa yang orang-orang ini kemudian digunakan akan terus menjadi bahasa utama mereka; atau akan itu menjadi bahasa yang telah berkembang.Hal ini juga berlaku dengan sekarang Chicano Spanyol dan slang Afrika-Amerika.
Sejumlah cendekiawan telah mempelajari bahasa negara dan masih pada proses menunjukkan relevansi aspek seperti gender dan geografi pengembangan bahasa modern negara-negara ini.Ini hanya membuktikan bahwa linguistik akan terus belajar bahasa; dan juga orang-orang dan peristiwa yang mungkin memiliki efek pada evolusi.

Hakikat Bahasa dan Sifat-sifat Bahasa



Hakikat / Pengertian Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. (Kridalaksana: 1983)

Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu: 


(1) bahasa itu adalah sebuah sistem, 
(2) bahasa itu berwujud lambang, 
(3) bahasa itu berupa bunyi, 
(4) bahasa itu bersifat arbitrer, 
(5) bahasa itu bermakna, 
(6) bahasa itu bersifat konvensional, 
(7) bahasa itu bersifat unik, 
(8) bahasa itu bersifat universal, 
(9) bahasa itu bersifat produktif, 
(10) bahasa itu bervariasi, 
(11) bahasa itu bersifat dinamis, dan 
(12) bahasa itu manusiawi.
A. Sifat-sifat Bahasa
1. Bahasa itu adalah Sebuah Sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.

Sebagai sebuah sistem,bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon. Secara hirarkial, bagan subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.

2. Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (sympton), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.

3. Bahasa itu berupa bunyi
Menurut Kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

4. Bahasa itu bersifat arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.

Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.

5. Bahasa itu bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa

6. Bahasa itu bersifat konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.

7. Bahasa itu bersifat unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.

8. Bahasa itu bersifat universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.

9. Bahasa itu bersifat produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:

  • /i/-/k/-/a/-/t/ 
  • /k/-/i/-/t/-/a/
  • /k/-/i/-/a/-/t/
  • /k/-/a/-/i/-/t/
10. Bahasa itu bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:

  1. Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan. 
  2. Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
  3. Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.

11. Bahasa itu bersifat dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.

12. Bahasa itu manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.


Sintaksis dalam Tatanan Linguistik

  1. A.    Pengertian Sintaksis
Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antara kata dalam tuturan. Tata bahasa terdiri atas morfologi dan sintaksis. Morfologi itu menyangkut struktur gramatikal di dalam kata, dan sintaksis itu berurusan dengan tata bahasa diantara kata-kata di dalam tuturan.
Pada dasarnya sintaksis itu berurusan dengan hubungan antar kata di dalam kalimat. Sebenarnya, hal itu tidak seluruhnya benar, tetapi sebagai patokan umum dapat diterima. Hubungan antara kalimat termasuk “analisis wacana”, dan hubungan antara tatabahasa (termasuk sintaksis) kalimat dengan wadahnya di dalam wacana perlu diperhatikan. Jadi, sintaksis dianggap menyangkut hubungan gramatikal antar kata di dalam kalimat.
  1. B.     Struktur Sintaksis
Secara umum struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan. Menurut Verhar (1978) fungsi-fungsi sintaksis itu yang terdiri dari unsur-unsur S, P, O, dan K itu merupakan “kotak-kotak kosong” atau “tempat0tempat kosong” yang tidak mempunyai arti apa-apa karenan kekosongannya. Tempat-tempat kosong itu akan diisi oleh sesuatu yang berupa kategori dan memiliki peranan tertentu.
Contoh kalimat:          Nenek melirik kakek tadi pagi.
Tempat kosong yang bernama subjek disi oleh kata nenek yang berkategori nomina, tempat kosong yang bernama predikat diisi oleh kata melirik  yang berkategori verba, tempat kosong yang bernama objek diisi oleh kata  kakek yang berkategori nomina, dan tempat kosong yang bernama keterangan diisi oleh frasa tadi pagi yang berkategori nomina.
  1. C.    Kata sebagai Satuan Sintaksis
Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah morfem), tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Kata sebagai satuan sintaksis, yaitu dalam hubungannya dengan unsure-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, dan kalimat. Sebagai satuan terkecill dalam sintaksis, kata berperanan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
Dalam pembicaraan kata sebagai pengisi satuan sintaksis, pertama-pertama harus kita bedakan dulu  adanya dua macam kata, yaitu yang disebut kata penuh (fullword) dan kata tugas (functionword). Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.
Sedangkan yang disebut kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam pertuturan dia tidak dapat bersendiri.

  1. D.    Frasa
Frasa lazim didefinisikan seagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabunngan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
  1. Jenis-jenis Frasa
Dalam pembicaraan tentang frasa biasanya dibedakan adanya frasa eksosentrik, frasa endosentrik (disebut juga frasa subordiatif atau frasa modifikatif), dan frasa apositif.
  1. Frasa eksosentrik
Frasa eksosentrik adalah frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, frasa di pasar, yang terdiri dari komponen di, dan komponen pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frasa ini dapat mengisi fungsi  keterangan.
Frasa eksosentris biasanya dibedakan atas frasa eksosentris yang direktif dan frasa eksosentris yang nondirektif. Frasa eksosentris yang direktif komponen pertamnya berupa preposisi, seperti di, ke, dan  dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang biasanya berkategori nomina. Frasa eksosentrik yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus, seperti  si, dan sang atau kata lain seperti  yang, para¸dan kaum. Sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba.


  1. Frasa koordinatif
Frasa koordinatif adalah frasa yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi terbagi seperti baik…., baik….., mungkin…., mungkin,  dan baik…., maupun.
  1. c.       Frasa apositif
Frasa apositif adalah frasa koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu, urutan komponennya dapat dipertukarkan. Umpamanya, frasa apositif Pak Ahmad, guru saya.
  1. d.      Perluasan frasa
Maksudnya, frasa itu dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Ummpanya, frasa di kamar tidur dapat diperluas dengan diberi komponen baru. Misalnya, berupa kata saya, ayah, atau belakang sehingga menjadi di kamar tidur saya, di kamar tidur ayah, di kamar tidur belakang.
  1. E.     Klausa
Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung unsur predikatif (Keraf, 1984:138). Klausa berpotensi menjadi kalimat. (Manaf, 2009:13) menjelaskan bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final. Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum. Widjono (2007:143) membedakan klausa sebagai berikut.
  1. Klausa kalimat majemuk setara
Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif), setiap klausa memiliki kedudukan yang sama. Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa atau lebih yang tidak saling menerangkan.
Contohnya sebagai berikut:
Rima membaca kompas, dan adiknya bermain catur.
Klausa pertama Rima membaca kompas. Klausa kedua adiknya bermain catur. Keduanya tidak saling menerangkan.
  1. Klausa kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat dibangun dengan klausa yang berfungsi menerangkan klausa lainnya. Contohnya sebagai berikut. Orang itu pindah ke Jakarta setelah suaminya bekerja di Bank Indonesia. Klausa orang itu pindah ke Jakarta sebagai klausa utama (lazim disebut induk kalimat) dan klausa kedua suaminya bekerja di Bank Indonesiamerupakan klausa sematan (lazim disebut anak kalimat).
  1. Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat
Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan bertingkat, terdiri dari tiga klausa atau lebih. Contohnya seperti berikut ini. Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. Kalimat di atas terdiri dari tiga klausa yaitu. 1) Dia pindah ke Jakarta (klausa utama) 2) Setelah ayahnya meninggal (klausa sematan) 3) Ibunya kawin lagi (klausa sematan) Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal. (Kalimat majemuk bertingkat) Ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. (Kalimat majemuk setara)
  1. F.     Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran (Widjono:146). Manaf (2009:11) lebih menjelaskan dengan membedakan kalimat menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai berikut:
  1. Satuan bahasa yang terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata dengan frasa, atau gabungan frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas yang minimal mengandung satu subjek dan prediket, baik unsur fungsi itu eksplisit maupun implisit;
  2. Satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal, diselingi atau tidak diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapan akhir yang berupa intonasi final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan intonasi kagum.
    Dalam bahasa tulis, kalimat adalah satuan bahasa yang diawali oleh huruf kapital, diselingi atau tidak diselingi tanda koma (,), titik dua (:), atau titik koma (;), dan diakhiri dengan lambang intonasi final yaitu tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).
Ciri-ciri kalimat Widjono (2007:147) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut. Dalam bahasa lisan diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan kesenyapan. Dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru, Sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan prediket. Predikat transitif disertai objek, prediket intransitif dapat disertai pelengkap. Mengandung pikiran yang utuh. Mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok kata yang mendukung fungsi (subjek, prediket, objek, dan keterangan) disusun dalam satuan menurut fungsinya. Mengandung satuan makna, ide, atau pesan yang jelas.
Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan. 3.2. Fungsi sintaksis dalam kalimat Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ”tempat” atau ”laci” yang dapat diisi oleh bentuk bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket). Tidak semua kalimat harus mengandung semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada dalam setiap kalimat adalah subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek, pelengkap dan keterangan merupakan unsur penunjang dalam kalimat. Fungsi sintaksis akan dijelaskan berikut ini.
  1. Subjek
Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu prediket. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut: jawaban apa atau siapa, dapat didahului oleh kata bahwa, berupa kata atau frasa benda (nomina) dapat diserta kata ini atau itu, dapat disertai pewatas yang, tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain, tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata bukan.
Hubungan subjek dan prediket dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
Adik bermain (S) Ibu memasak. S
  1. Predikat
Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau subjek. Hubungan predikat dan pokok kalimat dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
Adik bermain. (S) Adik adalah pokok kalimat bermain adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
Ibu memasak. S P Ibu
  1. Objek
Fungsi objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi predikat dalam kalimat aktif. Objek dapat dikenali dengan melihat verba transitif pengisi predikat yang mendahuluinya seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini.
Dosen menerangkan materi. S P O
menerangkan adalah verba transitif.
Ibu menyuapi adik. S P O
Menyuapi adalah verba transitif. Objek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh berikut,
Ayah membaca koran. S P O      Koran adalah nomina.
Adik memakai tas baru. S P O Tas baru adalah frasa nominal berada langsung di belakang predikat (yang diisi oleh verba transitif) seperti contoh berikut,
Ibu memarahi kakak. S P O
Guru membacakan pengumuman. S P O
dapat diganti enklitik –nya, ku atau –mu, seperti contoh berikut,
Kepala sekolah mengundang wali murid. S P O
Kepala sekolah mengundangnya. S P O
objek dapat menggantikan kedudukan subjek ketika kalimat aktif transitif dipasifkan, seperti contoh berikut,
Ani membaca buku. S P O Buku dibaca Ani. S P Pel.
  1. Pelengkap
Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya mirip dengan objek karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan keduanya berpotensi untuk berada langsung di belakang predikat. Kemiripan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada contoh berikut.
Bu Minah berdagang sayur di pasar pagi. S P pel. ket.
Bu Minah menjual sayur di pasar pagi. S P O ket. Pelengkap
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pelengkap kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks ber dan predikat pasif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks di- atau ter-, seperti contoh berikut.
Bu Minah berjualan sayur di pasar pagi. S P Pel. Ket. Buku dibaca Ani. S P Pel.
pelengkap merupakan fungsi kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba dwitransitif pengisi predikat seperti contoh berikut.
Ayah membelikan adik mainan. S P O Pel.
membelikan adalah verba dwitransitif. pelengkap merupakan unsur kalimat yang kehadirannya mengikuti predikat yang diisi oleh verba adalah, ialah, merupakan, dan menjadi, seperti contoh berikut.
Budi menjadi siswa teladan. S P Pel.
Kemerdekaan adalah hak semua bangsa. S P Pel.
dalam kalimat, jika tidak ada objek, pelengkap terletak langsung di belakang predikat, tetapi kalau predikat diikuti oleh objek, pelengkap berada di belakang objek, seperti pada contoh berikut.
Pak Ali berdagang buku bekas. S P Pel.
Ibu membelikan Rani jilbab. S P O Pel.
pelengkap tidak dapat diganti dengan pronomina –nya, seperti contoh berikut.
Ibu memanggil adik. S P O
Ibu memanggilnya. S P O
Pak Samad berdagang rempah. S P Pel.
Pak Samad berdagangnya (?)
satuan bahasa pengisi pelengkap dalam kalimat aktif tidak mampu menduduki fungsi subjek apabila kalimat aktif itu dijadikan kalimat pasif seperti contoh berikut. Pancasila merupakan dasar negara. S P Pel. Dasar negara dirupakan pancasila (?)
  1. Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh kalimat. Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat. Keterangan sebagai unsur tambahan dalam kalimat dapat dilihat pada contoh berikut.
Ibu membeli kue di pasar. S P O Ket. tempat
Ayah menonton TV tadi pagi. S P O Ket. waktu
Keterangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: umumnya merupakan keterangan tambahan atau unsur yang tidak wajib dalam kalimat, seperti contoh berikut.
Saya membeli buku. S P O
Saya membeli buku di Gramedia. S P O Ket. tempat
keterangan dapat berpindah tempat tanpa merusak struktur dan makna kalimat, seperti contoh berikut.
Dia membuka bungkusan itu dengan hati-hati. S P O Ket. cara
Dengan hati-hati dia membuka bungkusan itu. Ket. cara S P O keterangan diisi oleh adverbia, adjektiva, frasa adverbial, frasa adjektival, dan klausa terikat, seperti contoh berikut.
Ali datang kemarin. S P Ket. waktu
Ibu berangkat kemarin sore. S P Ket. waktu
1)      Jenis-jenis kalimat
  1. Kalimat Inti dan kalimat Non-Inti
Kalimat inti biasa juga disebut kalimat dasar adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat non-inti dengan berbagai proses transformasi.
  1. Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Perbedaan Kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada di dalam kalimat itu, kalau klausanya hanya satu maka disebut kalimat tunggal, kalau klausa dalam sebuah kalimat lebih dari satu maka disebut kalimat majemuk
  1. Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Pembedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakukan berdasarkan lengkap dan tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat itu kalau klausanya lengkap sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Kalau klausanya tidak lengkap entah terdiri dari subjek, predikat, objek, atau keterangan saja maka kalimat tersebut disebut kalimat minor
  1.  Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verbal sedangkan kalimat non verbal adalah kalimat y6ang predikatnya bukan kata atau frase verbal, bisa nominal, ajektifal, adverbial, atau juga numeralia.
  1. Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap atau menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Manaf, Ngusman Abdul, 2009. Sintaksis: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia.
Padang: Sukabina Press.
Widjono HS. 2007. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Grasindo.
sumber : arifsunarya.wordpress.com/2012/11/17/sintaksis-dalam-tataran-linguistik/

Morfologi

A. Pengertian Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.

B. Morfem

1. Pengertian Morfem

Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).
Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong  ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat  mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.

2. Morf dan Alomorf

Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal [b¶r], [b¶], [b¶l] adalah alomorf dari morfem ber-. Atau bias dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya,  morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya  konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut  disebut alomorf.

3.  Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem

Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada enam prinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem (Lihat Ramlan, 1980), yakni sebagai berikut:
3.1  Prinsip pertama
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama merupakan satu morfem.
membaca                                        kemanusiaan
Contoh:
baca                                                   ke-an
pembaca                                          kecepatan
bacaan                                              kedutaan
membacakan                                 kedengaran
_








Karena struktur fonologis dan              Satuan tersebut walaupun
maknanya sama, maka satuan               struktur fonologisnya sama,
tersebut merupakan morfem                 bukan merupak morfem
yang sama.                                                     yang sama karena makna gramatikalnya berbeda.
3.2  Prinsip Kedua
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonolis yang berbeda, merupakan satu morfem apabila bentuk-bentuk itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan secara fonologis. Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
Contoh:
mem –             :  membawa
meN-
men  -              :  menulis
meny  -            :   menyisir
meng  -            :   menggambar
me-                   :   melempar
Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
3.3  Prinsip Ketiga
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur ontologis yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai makna yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer. Perhatikan contoh berikut:
ber-       :  berkarya, bertani, bercabang
bel-        :  belajar, belunjur
be-         :  bekerja, berteriak, beserta
Kedudukan afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah yang disebut distribusi komplementer.
3.4  Prinsip Keempat
Apabila dalam deretan struktur, suatu bentuk berpararel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero.
Misalnya:
  1. Rina membeli sepatu
  2. Rina menulis surat
  3. Rina membaca novel
  4. Rina menggulai ikan
  5. Rina makan pecal
  6. Rina minum susu
Semua kalimat itu berstruktur SPO. Predikatnya tergolong ke dalam verba aktif transitif. Lau pada kalimat a, b. c, dan d, verba aktif transitif tersebut ditandai oleh meN-, sedangkan pada kalimat e dan f verba aktif transitif itu ditandai kekosongan (meN- tidak ada), kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem zero.
3.5  Prinsip Kelima
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda maknanya, maka tentu saja merupakan fonem yang berbeda.
Contoh:
  1. a.   Jubiar membeli buku
b.  Buku itu sangat mahal
  1. a.   Juniar membaca buku
b.   Juniar makan buku tebu
Satuan buku pada kalimat 1. a dan 1. b merupakan morfem yang sama karena maknanya sama. Satuan buku pada kalimat kalimat 2. a dan 2. b bukanlah morfem yang sama karena maknanya berbeda.
3.6 Prinsip Keenam
Setiap bentuk yang tidak dapat dipisahkan merupakan morfem. Ini berarti bahwa setiap satuan gramatik yang tidak dapat dipisahkan lagi atas satuan-satuan gramatik yang lebih kecil, adalah morfem. Misalnya, satuan ber- dan lari pada berlari, ter- dan tinggi pada tertinggi tidak dapat dipisahkan lagiatas satuan-satuan yang lebih kecil. oleh karena itu, ber-, lari, ter, dan tinggi adalah morfem.
4.   Klasifikasi Morfem
4.1  Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat. Dikatakan morfem bebas karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri.
Misalnya:
  1. Morfem bebas – “saya”, “buku”, dsb.
  2. Morfem terikat – “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
4.2 Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.
Morfem supra segmental adalah morfem  yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:
  1. bapak wartawan               bapak//wartawan
  2. ibu guru                               ibu//guru
4.3  Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.
4.4  Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.
4.5  Morfem Monofonemis  dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.
4.6  Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu.
  1. mengaji       2.  childhood
berbaju            houses
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} à {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.

C. Proses Morfologis

Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem  yang lain yang merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfologis ini terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan.

1. Pengafiksan

Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
  1. Berbaju
  2. Menemukan
  3. Ditemukan
  4. Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).

2. Reduplikasi

Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).
Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.

3. Penggabungan atau Pemajemukan

Proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan Suparno, 1994:181).
Contoh:
  1. Sapu tangan
  2. Rumah sakit

4. Perubahan Intern

Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem itu  sendiri.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Singular plural
Foot Mouse Feet mice

5. Suplisi

Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru.
Contoh: dalam bahasa Inggris
Go              went
sing­­­­             sang

6. Modifikasi kosong

Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya tetapi konsepnya saja yang berubah.
Contoh: read- read-read

D. Proses Morfofonemik

Proses perubahan fonem sebuah morfem yang digunakan untuk mempermudah ucapan.
Contoh:
Perubahan prefiks meng-
-       meng  + asah = mengasah
-       meng + lihat = melihat
-       menga + datangkan = mendatangkan
-       meng + terjemah = menerjemahkan
-       meng + patuhi = mematuhi

E. Proses morfemis menurut Verhaar

  1. Afiksasi adalah pengimbuhan afiks
  2. Prefix adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.
Contoh:  mengajar
  1. Sufiks adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar
Contoh: ajarkan
  1. Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasar
Contoh: gerigi
  1. Konfiks adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar
Contoh: perceraian
  1. Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang sama
Contoh: mengajar – diajar
3.  Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak sama
Contoh: mengajar – pengajar
  1. Klitika adalah morfem pendek yang tidak dapat diberi aksen atau tekanan melekat pada kata atau frasa lain dan meiliki arti yang tidak mudah untuk dideskripsikan secara leksikal, serta tidak melekat pada kelas kata tertentu.
Contoh: -pun, -lah
sekalipun
Sumber : http://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/morfologi-2/
apalah

Komperatif dan Superlativ


1)        Yang  harus Anda ketahui tentang Komparatif dan Superlatif.

Komparatif membandingkan dua orang atau barang  dan menunjukkan sebuah perbedaan. Perhatikan contoh di bawah ini.
Peter ist groβ (1,70 m), aber Max ist noch gröβer (1,80).
Gestern  war das Wetter  schön(24 Grad) und heute wir d es noch schöner  (27 Grad).

Superlatif membandingkan paling sedikitnya tiga orang atau barang dan menempatkan satu di antaranya pada posisi yang paling tinggi.
Maria  ist klein (1, 60 m). Gabi ist kleiner (1,58 m). Sophie ist am kleinsten (1,55 m).
Ein  VW Golf  ist teuer (20.000 Euro). Ein Audi ist teurer (30.000 Euro) und ein  Porsche ist am teuersten (450.000 Euro).

Bentuk bertingkat sebuah adjektiva bisa terletak sebelum  kata benda (bersifat atributif) dan bisa juga merujuk pada kata kerja dalam kalimat (bersifat adverbial).
Atributif:
Der Fabrikarbeiter will sich ein teures  Auto kaufen.
Der  Vorgesetzter hat sich ein teureres Auto gekauft.
Der Direktor kann sich das teuerste Auto leisten.

Adverbial:
Europäerinnen sind sehr hübsch.
Afrikanerinnen sind noch hübscher.
Südamerikanerinnen sind am hübschesten.

2)        Pembentukan Komparatif dan Superlatif

Komparatif dibentuk dari adjektiva dengan memberi  akhiran  -er , sedangkan superlatif dibentuk dengan pola  am+adjektiva-(e)sten atau  der/die/das + adjektiva-(e)ste.

Positiv
Komparatif
am … sten
der, die, das … ste
faul
Fauler
am faulsten
der, die, das faulste
langsam
Langsamer
am langsamsten
der, die, das langsamste
hübsch
Hübscher
am hübschesten
der, die, das hübscheste
groβ
Gröβer
am gröβten
der, die, das gröβte

Apabila superlatif dibentuk  dengan  der/die/das, artikel  tersebut  menunjukkan Genus yang harus dideklinasikan sesuai  Numerus  dan Kasusnya.  Sisipan   (e  ) berfungsi untuk memudahkan pengucapan adjektiva  yang  berakhiran  –d, -t, -β, -sch*, -tz, -x, dan –z. Perhatikan adjektiva-adjektiva berikut:
blind,blöd, breit, dicht, echt, fest, fett, feucht, fies, fix, glatt, heiβ, krass, laut, leicht, leise, mies, mild, müde, net, rasch, sanft, satt, schlecht, spitz, stolz, süβ, wild, weise, weit, zart.

*tidakberlakuuntukadjektiva yang berbunyi –isch, seperti: komisch, neidisch, frisch, modisch

3)        Adjektiva  dengan satu suku kata
Untuk  adjektiva  yang hanya terdiri dari satu suku kata, pembentukan komparatif dan superlatifnya  harus  menambahkan Umlaut.  Perhatikan  table berikut ini.
Positiv
Komparatif
Superlatif
alt
älter
am ältesten
arm
ärmer
am ärmsten
groβ
groβ
am gröβten
jung
jünger
am jügsten
                                                                                                                      

Perhatikan pula adjektiva-adjektiva berikut ini:
Kalt, klug, kurz, lang, dumm, gesund, grob, hart, krank, rot, scharf, stark, schwach, warm

Beberapa  adjektiva  tertentu (lihat tabel di bawah) pembentukan komparatif dan superlatifnya tidak  beraturan. 
Positiv
Komparatif
Superlatif
dunkel
dunkler
am dunkelsten
edel
edler
am edelsten
gern
lieber
am liebsten
gut
besser
am besten
hoch
höher
am höchsten
nah
näher
am nächsten
teuer
teurer
am teuersten
sauer
saurer
am sauersten
viel/sehr
mehr*
am meisten
wenig
weniger*
am wenigsten
*tidak  dideklinasikan --> tanpa akhiran

4)        Perbandingan
Dengan bentuk adjektiva bertingkat kita bisa menyatakan suatu perbandingan. Perbandingan itu sendiri bisa menginformasikan  bahwa  dua orang atau barang  sama atau tidak  sama.
Sebuah  kesamaan dinyatakan  dengan  so + Adjektiva + wie  atau  gleich … wie, ebenso … wie, genau so … wie, doppelt so …wie. Kedua orang atau barang yang dibandingkan  berkasus  sama. Lihat  contoh  berikut ini.
·       Ludwig  ist genauso  nett  wie  sein Bruder.
·       Die Kollegin ist ebenso  geizig  wie der Kollege.
·       Dein  Vater  liebt  dich  ebenso  sehr  wie  deine  Mutter.
·       Ich bin dreimal so fleiβig wie du.

Adapun  ketidaksamaan  dapat  ditunjukkan  dengan  komparatif + als atau dengan nicht/kein + so + adjektiva + wie.  Kedua orang atau  barang yang dibandingkan  juga  berkasus  sama. Perhatikan  contoh  berikut  ini.
·         Dein 13-jähriger  Sohn  ist schon  viel gröβer als  meine 16-jährige Tochter.
·         Du hast  zwar mehr Geld als ich, aber  dafür  habe ich viel mehr  Freunde als du.
·         Er gewinnt zwar  öfter als ich, aber dennoch bin ich viel intelligenter  als  er.
·         Mein neuer Freund ist nicht so gemein wie mein alter Freund.
·         In Deutschland gibt  es nicht so schöne  Strände  wie in Südamerika.

5.      Pembatasan  Superlatif
Pembatasan superlatif  seringkali  harus dilakukan  karena  sulitnya menyatakan  siapa  atau yang mana di antara  banyak sekali orang atau barang  yang paling …, misalnya ketika kita harus menyatakan tempat  atau  daerah  yang terindah di dunia. Pembatasan  superlatife  dinyatakan  dengan  pola:
eine/einer/eines + Genitivartikel  Plural
Berikut ini adalah contoh-contoh  bentuk dan  penggunaannya  dalam kalimat.
·         Ich war schon Mai an einem der schönsten Orte dieser Welt.
·         Torsten ist einer der fleiβigsten Schüller in dieser Klasse.
·         Unsere  Lehrein ist  eine der hübschesten  Lehrerinnen, die ich jemals gesehen habe.
Sumber : https://sites.google.com/site/strukturwortschatz/01-komparatif-dan-superlatif

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons